Halo semuanya, Historollic hari ini akan membahas mengenai ikonografi dwarapala sebagai wujud kebudayaan Nusantara. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi, menjelaskan bahwa yang dimaksud kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, serta hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan sebagai milik diri manusia melalui proses belajar.

Dalam bahasan kali ini kita akan menjelaskan tentang Dwarapala Candi Adan-Adanyang baru ditemukan oleh para arkeolog. For Your Information! penggalian candi ini belum dilakukan sepenuhnya sehingga kemungkinan masih banyak yang terkubur oleh tanah.

Candi Adan-Adan

Situs candi Adan-Adan merupakan candi yang ditemukan oleh arkeolog, berada di Dusun Candi, Desa Adan-Adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Di situs ini ditemukan sebuah dwarapala. Dwarapala adalah sosok penjaga bangunan suci yang dibuat dengan berpasangan dan biasanya memiliki raut wajah yang menyeramkan dilengkapi ukiran-ukiran dan aksesoris yang menghiasi tubuhnya (Wahyudi & Jati, 2018: 180). 

Kebudayaan Tangible

Yang dimaksud kebudayaan tangible adalah benda-benda warisan masa lalu, sebagai contoh adanya candi. Candi dan segala elemennya merupakan kebudayaan yang bersifat kebendaan atau yang sering disebut dengan tangible, namun nilai yang terkandung dari candi baik berupa pikiran arsitek yang membuatnya dan proses pengerjaan merupakan elemen kebudayaan yang tidak kalah pentingnya sehingga dianggap sebagai kebudayaan yang bernilai intangible atau kebudayaan yang tak bendawi (Sedyawati, 2003).

Keterkaitan Dwarapala Adan-Adan dengan Sistem Pengetahuan

Didalam sistem pengetahuan, manusia mengenal kepercayaan kepada kehidupan selain kehidupan yang dijalaninya, yakni kepercayaan mengenai alam roh nenek moyang yang menjadikan mereka turut percaya akan kepercayaan adanya dewa. Dalam hal tersebut termasuk kedalam wujud kebudayaan sebagai ide atau gagasan yang berada di dalam pikiran masing-masing manusia yang memeluk agama Hindu-Buddha. Sehingga diciptakan sebuah candi beserta dengan elemen-elemennya sebagai sarana untuk beribadah. Dalam hal teknik pembuatan dwarapala atau arca penjaga tentunya memiliki aturan atau pakem tersendiri. Sebagai contohnya penggunaan sumping yang dalam masa Kadiri-Singhasari sumping yang digunakan tidak sama dengan type masa Majapahit. Langgam Majapahit menggunakan sumping dengan untaian daun yang menutupi bagian atas hingga bawah telingga membentuk huruf S, sedangkan sumping yang digunakan dalam arca Kadiri-Singhasari arca yang ditemukan digambarkan dengan dua type sumping (type bunga ceplok dan type kelopak bunga) (Yusuf, 2021: 21).

Gambar1. Type sumping masa Majapahit (Sumber: Jurnal Naditira Widya, 2021)

Diduga temuan dwarapala candi Adan-Adan memakai sumping yang ditunjukkan oleh gambar 4. Kemudian aturan-aturan tersebut diajarkan seniman seni bangunan kepada anak-anaknya yang dimaksudkan agar anak-anak mereka kemudian bisa menjadi penerus pekerjaan mereka. Dari uraian tersebut jelas terlihat enkulturasi yang dilakukan dengan pola yang sama pula anak mereka mengajarkan kepada generasi selanjutnya. Dapat dikatakan bahwa mereka melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan pola aktivitas manusia. Bersumber dari ide yang dimiliki oleh para seniman maka mereka akan membuat sebuah dwarapala sesuai dengan teknik yang telah mereka kuasai, sehingga terdapat ciri-ciri dwarapala yang sama biasanya hal ini terlihat dari penggunaan aksesoris seperti kepala (jamang), subang (kundala), kelat bahu (keyura), kalung (hara), gelang tan-gan (kankana), sabuk (katibanda), gelang kaki (binggel), dan tali kasta (upavita). Laksana yang dibawa adalah senjata (gada) dan kadang membawa tali jerat.

Gambar 2. Type sumping masa Kadiri-Singhasari (Sumber: Jurnal Naditira Widya, 2021)

Keterkaitan Dwarapala Adan-Adan dengan Sistem Religi

Sistem religi adalah segala aktivitas manusia yang ada kaitannya dengan keagamaan didasarkan pada getaran jiwa yang biasa disebut sebagai emosi keagamaan dan dialami oleh semua umat manusia, walaupun getaran emosional itu hanya bisa bertahan dalam beberapa saat dan kemudian menghilang kembali (Koentjaraningrat, 1986). Sejalan dengan didirikannya arca dwarapala Adan-Adan. Merupakan hasil pikiran dari emosi keagamaan yang muncul di masyarakat yang saat itu diduga beragama Hindu Siwa. Emosi keagamaan tersebut menyebabkan seseorang melakukan kegiatan pendekatan dengan Tuhan mereka atau yang dalam agama Hindu dikenal dengan sebutan dewa. Dari pendekatan tersebut terciptalah aktivitas umat manusia yang dilakukan secara berulang-ulang. Aktivitas yang dimaksudkan adalah aktivitas keagamaaan yang berupa upacara adat yang mengharuskan umat mengunjungi tempat suci. Umat memikirkan jika tempat suci yang menjadi sarana pendekatan mereka dengan dewa haruslah bersih dari ancaman petaka dan roh-roh jahat. Maka dari pemikiran tersebut ditarik kesimpulan bahwa harus ada sosok mitologis yang menjaga tempat suci dari roh jahat. Kemudian dibuatlah sosok dwarapala sebagai penjaga bangunan suci. The Buddhist guardians of the gates on the quartens owe, Their origin partially to their Hindu counterparts. (Gupte, 1972:120).

Ikonografi dwarapala Candi Adan-Adan

Dwarapala candi Adan-Adan memiliki keunikan tersendiri yakni terbuat dari batu andesit dengan ciri-ciri khususnya yang menjadi ikon dari situs Adan-Adan. Dwarapala yang ditemukan di candi Adan-Adan berwujud raksasa dengan memegang senjata berupa tambang dan pentungan atau gada yang dihiasi dengan kelopak bunga. Dwarapala yang ditemukan tidak menggunakan upawita (tali kasta) namun wajahnya tersenyum padahal umumnya dwarapala bersifat demonis. Dengan pasangan dwarapala yang berada di museum Airlangga yang diduga oleh arkeolog merupakan pasangan dwarapala yang ditemukan di Adan-Adan. Dugaan tersebut didasarkan pada struktur tanah yang merupakan bekas timbunan, sehingga kemungkinan besar memang pernah ada pengangkatan dwarapala dari situs tersebut. Dan berdasarkan catatan Belanda bahwa arca dwarapala tersebut dipindahkan ke museum Airlangga di Kediri dengan nomer inventaris 189/KDR/96. Dwarapala yang berada di museum Airlangga menggunakan perhiasan berupa anting, kalung, dan upawita berbentuk ular kobra.

Sumber:

Wahyudi, D. Y., & Jati, S. S. P. 2018. GAYA SENI ARCA DWARAPALA RAKSASA KADIRI, SINGHASARI & MAJAPAHIT. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya12(2), 180-193. DOI: https://dx.doi.org/10.17977/um020v12i22017p180

Sedyawati, E. 2003. Warisan Budaya In-tangible yang “Tersisa” dalam yang Tangible. Pidato Purnabhakti. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya., Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi, (V). Jakarta: Aksara Baru

Yusuf, M. 2021. SUMPING PENANDA KESENIAN ARCA PADA MASA KADIRI-SINGHASARI SUMPING AS AN ART SIGNIFIER OF THE KADIRI-SINGHASARI PERIOD. Naditira Widya, 15(1), 15-28.

Gupte, R.S. 1972. The Indian Buddhist Ico-nography Mainly Based on Sudhamala and Cognite Tan-tric Text of Rituals. Calcutta: K.L. Mukhopaddhyay.